Peluncuran ini menjadi langkah
awal memperkenalkan kepada publik sebuah film drama keluarga yang hangat dan
reflektif—tentang keluarga, cinta, dan keberanian memilih jalan hidup
sendiri.
Sejak detik pertama, trailer
menampilkan emosi yang tenang namun kuat. Air Mata Mualaf tidak
menonjolkan perubahan keyakinan sebagai momen dramatis, melainkan
memperlihatkan bagaimana keluarga, cinta, dan pencarian jati diri saling
bertabrakan dalam perjalanan seorang perempuan yang berani menentukan arah
hidupnya sendiri.
Film ini mengajak penonton
memahami bahwa keyakinan—baik spiritual, prinsip hidup, maupun nilai-nilai
pribadi—bukan sesuatu yang otomatis diwariskan. Setiap orang lahir dalam
lingkungan yang membentuknya, tetapi pada akhirnya, kita semua sampai di titik di
mana harus memilih:
“Apakah ini benar-benar jalan
hidupku? Atau hanya kebiasaan yang diwariskan?”
Air Mata Mualaf adalah
tentang keberanian untuk berkata: “Ini adalah Jalan Pilihanku.” Pilihan yang
mungkin berbeda, namun tetap lahir dari cinta.
Konflik yang tergambar dalam
trailer tidak dihadirkan secara hitam-putih. Hubungan Anggie (Acha Septriasa)
dengan ibunya (Dewi Irawan) penuh kasih, namun juga sarat tekanan. Bukan karena
mereka saling menolak, melainkan karena mereka sama-sama takut kehilangan. Di
sinilah kekuatan utama film ini: ia tidak menghakimi, tetapi menggambarkan
kompleksitas keluarga secara jujur dan lembut.
Sutradara Indra Gunawan
menjelaskan bahwa film ini adalah perjalanan kedewasaan seseorang dalam
memilih, bukan sekadar kisah perpindahan keyakinan.
“Bagi saya, iman bukan sesuatu yang diwariskan begitu saja. Iman adalah hasil dari perjalanan batin yang panjang. Dan ketika seseorang memilih jalannya sendiri, di situlah kedewasaan lahir. Keluarga bisa menjadi tempat paling hangat, tetapi juga tempat di mana pilihan kita diuji. Di titik itulah nilai istiqomah benar-benar terasa—bukan soal agama saja, tapi soal keberanian untuk tetap setia pada jalan yang diyakini.”
Sebagai pemeran utama, Acha
Septriasa mengaku sangat terhubung dengan karakter Anggie karena kisahnya
terasa dekat dengan kehidupan siapa pun.
“Anggie tidak melawan
keluarganya. Dia mencintai ibunya, tapi juga mencintai kebenaran yang ia
temukan sendiri. Konflik ini sangat relevan karena setiap orang pada akhirnya
akan sampai di titik di mana mereka harus memilih jalan hidupnya sendiri.
Menurut saya, Air Mata Mualaf berbicara tentang keberanian untuk jujur
pada diri sendiri tanpa kehilangan cinta terhadap keluarga.”
Sementara itu, Dewi Irawan yang
memerankan sosok ibu Anggie mengaku perannya terasa sangat personal.
“Saya punya anak perempuan, dan
ketika membaca naskahnya, saya langsung merasa dekat dengan cerita ini. Suatu
saat nanti, mungkin anak saya juga akan membuat pilihan yang berbeda dari
saya—dan itu bukan hanya soal agama, tapi soal bagaimana setiap anak mencari
jati dirinya sendiri. Air Mata Mualaf mengingatkan saya bahwa cinta
seorang ibu juga berarti belajar menerima.”
Aktor Rizky Hanggono, yang
berperan sebagai bagian dari lingkar keluarga Anggie, juga mengaku tersentuh
oleh kedalaman cerita film ini.
“Ada satu adegan pertengkaran
antara karakter saya dan Anggie yang cukup emosional. Setelah syuting selesai,
saya langsung teringat pada adik perempuan saya sendiri. Rasanya seperti
diingatkan lagi, bahwa di balik setiap perbedaan pandangan dalam keluarga,
selalu ada kasih yang nggak bisa hilang begitu saja.”
Produser Dewi Amanda menegaskan
bahwa film ini dibangun dari sudut pandang keluarga, bukan dari sudut pandang
religius sempit.
“Air Mata Mualaf bukan
film yang menggurui. Ini film tentang manusia. Tentang anak yang ingin
didengar. Tentang orang tua yang takut kehilangan. Tentang bagaimana perbedaan
dalam keluarga bukanlah akhir, tapi awal dari proses saling memahami. Menjadi
berbeda itu berat, tapi ketika kita istiqomah—kita bisa tetap berjalan tanpa
membenci.”
Secara visual, trailer
menampilkan keseharian yang akrab dan intim: ruang makan keluarga, perjalanan
pulang malam, pertengkaran kecil yang menyimpan luka besar, hingga momen hening
ketika seseorang bertanya dalam hati, “Apakah aku berhak memilih jalanku sendiri?”
Air Mata Mualaf tidak
hanya menghadirkan konflik batin, tetapi juga harapan. Di balik air mata dan
pertentangan, tersimpan kemungkinan rekonsiliasi—karena keluarga, seberapa pun
rapuhnya, tetap menjadi tempat untuk pulang.
Film ini juga menghadirkan kolaborasi lintas negara antara Indonesia, Malaysia, dan Australia, dengan turut menampilkan dua aktor asal Malaysia: Syamim Freida dan Hazman Al-Idrus. Kehadiran mereka memberikan nuansa baru dalam cerita, memperlihatkan bahwa nilai seperti cinta, keberanian, dan istiqomah bersifat universal—dapat dirasakan oleh siapa pun, di mana pun.
Disutradarai oleh Indra Gunawan,
film ini dibintangi oleh Acha Septriasa, Achmad Megantara, Dewi Irawan, Rizky
Hanggono, serta aktor lintas negara dari Malaysia dan Australia. Diproduksi di
Indonesia dan Australia, film ini menghadirkan sinematografi yang intim dan
emosional dengan genre drama, religi, dan keluarga.
Air Mata Mualaf akan
tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 27 November 2025, disusul rilis di
Asia Tenggara dan Timur Tengah pada awal Desember 2025. Trailer dan poster
resmi kini dapat disaksikan melalui kanal YouTube Merak Abadi Productions dan
seluruh platform media sosial resmi film ini.
Lebih dari sekadar kisah tentang keyakinan, film ini mengundang penonton untuk merenung: Apa jalan pilihanku? Dan beranikah aku menjalaninya dengan istiqomah?
SINOPSIS
Air Mata Mualaf bercerita
tentang Anggie, seorang wanita Indonesia yang tinggal dan sekolah di
Australia, merupakan korban kekerasan dalam hubungan yang dilakukan oleh
kekasihnya Ethan di Sydney. Suatu hari, Anggie memutuskan untuk
meninggalkan Ethan setelah hidupnya terpuruk. Dalam kondisi mabuk dan terluka,
ia jatuh di depan sebuah masjid dan diselamatkan oleh seorang gadis pengurus
masjid.
Kebaikan hati gadis itu menyentuh
Anggie, terlebih saat ia mendengar lantunan ayat suci Al Qur’an dari mulut sang
gadis tersebut. Sejak saat itu, Anggie meminta untuk diajarkan tentang
Islam.
Keputusan Anggie untuk memeluk
Islam menjadi titik balik hidupnya. Namun di saat itu, ia harus menghadapi
penolakan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perjalanannya penuh dengan
luka, keteguhan, dan harapan untuk berubah. Film ini sarat makna tentang spiritualitas,
penerimaan diri, keluarga yang disayangi, dan pengampunan, yang relevan
bagi semua kalangan.
PEMERAN:
Acha Septriasa: Anggie
Achmad Megantara: Ust. Reza
Budi Ros: Pak Joseph
Dewi Irawan: Bu Maria
Rizky Hanggono: Willy
Dewi Amanda: Magda
Matthew Williams: Ethan
Yama Carlos: Ramli
Almeera Quinn: Alya
Syamim Freida: Nina
Hazman Al idrus: Sayid
DETAIL PRODUKSI:
Sutradara: Indra Gunawan
Produser: Dewi Amanda
Rumah Produksi: Merak Abadi
Productions & Suraya Filem Malaysia
Durasi: 111 Menit
Bahasa: Bahasa Indonesia (dengan
subtitle Bahasa Inggris)
Genre: Drama / Religi / Keluarga

Tidak ada komentar:
Posting Komentar